Jumat, 21 Januari 2011

Membongkar Paradigma Yang Kaku di IPM Aceh


Oleh : Muzadi Sukri Musa

Banyak kalangan yang beralasan mengenai kemunduran/kemerosotan IPM Aceh dengan mengatakan bahwa IPM tidak merosot dengan sendirinya karena toh kurang minat pelajar bergabung dengan IPM karena huruf “M’, system perkaderan semakin lemah, dan IPM juga tidak sendirian OKP pelajar lainpun juga mengalami kemerosotan. Bahkan IPM ada yang juga ada yang menjamin masih bertahan, akan tetapi tentunya perlu ditilik ulang bertahan yang seperti apa. Bagi penulis, menghibur diri semacam itu bukanlah cara yang baik bahkan dapat menyesatkan. Tentunya, alangkah lebih baik jika kita dapat jujur dalam melihat cermin diri kita akan kondisi kekinian IPM Aceh.

Bukankah suatu kewajiban bagi IPM untuk mendahulukan prinsip the right man on the right place untuk membangun IPM lebih baik bukan the wrong man on the wrong place. Kini kita memasuki abad ke-2 berdirinya Muhammadiah yang penuh tantangan di mana peran dan fungsi tentunya yang harus dikedepankan untuk membawa IPM kembali menjadi organisasi bagi kader umat dan kader bangsa yang menjadi kebanggaan dan harapan Muhammadiah dan ummat. Buat apa berstatus pengurus Ranting, pengurus Cabang, pengurus Daerah, pengurus Wilayah dan pengurus Pusat tapi tidak dapat memberikan kemajuan bagi IPM.

Selain itu menurut penulis, kini banyak kader maupun alumni yang senang hanya beromantisme sejarah belaka semasa kemajuan kepemimpinan mereka bahkan ada yang melakukan kultus individu terhadap beberapa tokoh IPM. Menurut penulis, rasa kagum merupakan hal yang wajar asalkan kita senantiasa berupaya untuk memperbaiki diri dan terjun membina IPM baik yang ada di Daerah, Cabang, Maupun Ranting. Tetapi jangan sampai larut bernostalgia atau romantisme akut tanpa melihat kondisi kekinian.

Mencermati kondisi saat ini, maka mendesak untuk melahirkan cara pandang baru yang lebih proporsional terhadap sejarah masa lalu. Sehingga dibutuhkan kacamata yang lebih jernih untuk memandang. Sejarah bukan untuk dimitoskan. Prestasi masa lalu tak untuk disanjung- sanjung. Sejarah adalah pelita dan masa lalu adalah lilin penerang bagi masa datang.

Setidaknya semangat ( ghirah ) untuk terus menggelorakan nilai-nilai perjuangan IPM dalam berperan secara nyata bagi umat dan bangsa mutlak untuk senantiasa dipupuk dan diimplementasikan. Hal ini tentu bukan hanya sekadar berani tampil beda. Tapi, kesanggupan merumuskan gagasan-gagasan yang kreatif dan produktif bagi kebangkitan kembali IPM Aceh.

Ibarat air sungai, nampaknya Ikatan Pelajar Muhammadiah (IPM) Aceh  saat ini sudah sangat jauh dari mata air. Bahkan boleh jadi sudah mendekati muara. Kejernihan air sungai semakin keruh tidak lagi terlihat warna aslinya sebab bercampur dengan ragam "limbah" di sepanjang aliran. Kalaupun nampak kejernihan itu, barangkali hanya bisa dilihat dari catatan "sejarah kebesaran IPM saja" .
IPM nampak kering dan miskin akan nilai-nilai intelektual dan akademis. Budaya organisasi yang mengarah pada tumbuhnya pemikiran baru tidak lagi nampak dan hanya tinggal kenangan. Kondisi IPM yang demikian tentu bukan terjadi tanpa dibarengi sebab, dan dari sadar akan sebab itulah kita bisa secepatnya mengembalikan IPM dalam jalur yang semestinya. Orientasi kader dalam memaknai IPM sebagai orgamisasi kader dan disiapkan untuk penerus perjuangan muhammadiah dan bangsa adalah problem yang sudah lama terkena polusi oleh disorientasi . Tiap gerak gerik kader tanpa menjurus pada tujuan IPM lagi yaitu : "TERBENTUKNYA PELAJAR MUSLIM YANG BERILMU, BERAKHLAQ MULIA, DAN TERAMPIL DALAM RANGKA MENEGAKKAN DAN MENJUNJUNG TINGGI NILAI-NILAI AJARAN ISLAM SEHINGGA TERWUJUDNYA MASYARAKAT ISLAM YANG SEBENAR-BENARNYA"



Penulis
Kabid. KPSDM PW IPM Aceh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar