Rabu, 19 Januari 2011

PELATIHAN FASILITATOR DAN PENDAMPINGAN I dan II


 

I.      KERANGKA UMUM

Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan (PFP) adalah pelatihan yang mengkhusus pada perencanaan pengkaderan, pengelolaan pengkaderan, dan pendampingan pasca training pengkaderan IPM. Oleh karena itu, dalam PFP para kader yang telah memenuhi kualifikasi dilatih untuk tiga kemampuan  utama, yaitu, pertama, memahami seluk-beluk subjek warga belajar, kedua, memahami seluk-beluk isi materi pelatihan, dan ketiga, memahami dan dapat berperan sebagai fasilitator dan pendamping PK TM I.
Sebagai konsekuensinya PFP diisi dengan tiga kawasan materi pelatihan, yaitu pengetahuan tentang psikologi warga belajar atau psikologi massyarakat, pendalaman  tentang seluk-beluk materi proses pelatihan, dan pengetahuan serta keterampilan sebagai fasilitator pelatihan dan pendamping pasca pelatihan. Secara umum porsi ketiga kawasan materi ini ialah 25% untuk yang pertama, 25% pengetahuan untuk yang kedua, dan 50% untuk yang ketiga.
Dengan memperhatikan model materi pelatihan tersebut metode PFP tidak mengandalkan kuliah dan tanya jawab, akan tetapi akan lebih diwarnai oleh workshop, game, role play, simulasi, praktek lapangan dan lain-lain.

II.            TUJUAN UMUM PELATIHAN

Tujuan umum Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan dimaksudkan untuk melatih para trainer dan pendamping pengkaderan IPM agar dapat memiliki kualifikasi sebagai trainer dan pendamping kader, yaitu memiliki kemampuan untuk melakukan perencanaan pelatihan , pengelolaan pelatihan dan pendampingan pasca pelatihan kader IPM.

III.           TUJUAN KHUSUS PELATIHAN

Pelatihan Fasilitator dan PendampinganI bertujuan: 1) Terjadinya proses penguatan kapasitas kader yang memiliki kualifikasi perencana, pengelola dan pendamping sebelum, ketika dan pasca pelatihan.

IV.          KUALIFIKASI MATERI

1.    Psikologi Belajar
2.    Komunikas
3.    Ke-Fasilitator-an
4.    Pendampingan
5.    Ke-Training-an
6.    Muatan Lokal

V.            KUALIFIKASI PESERTA

Pada dasarnya Pelatihan Fasilitator dan PendampinganI ini ditujukan bagi semua kader IPM yang telah mengikuti PK TM II sebagaimana dijelaskan dalam penjenjangan pengkaderan IPM. Akan tetapi, prosedur pelatihan menuntut maksimal 25 orang. Oleh karena itu, jika pendaftar melebihi dari 25 orang, maka harus diadakan kualifikasi peserta sebelum satu minggu – satu bulan acara pelatihan berlangsung. Kualifikasi peserta ditentukan oleh pengelola pelatihan (Tim Instruktur/fasilitator) setempat dengan mempertimbangkan pada:
1)    Meminimalisir kesenjangan pengetahuan antar peserta.
2)    Paket materi ditentukan berdasarkan hasil need assessment dan kualifikasi potenisal atau kecenderungan rata-rata peserta
3)    Jika terdapat peserta yang diskualifikasi, maka harus didaftar sebagai anggota dan dikelola dalam forum lain untuk mengikuti pelatihan kader dasar selanjutnya.
4)    Jika peserta kekurangan, maka peserta diskualifikasi diperbolehkan mengikuti forum dan jika memiliki perkembangan yang baik secara langsung bisa menjadi peserta

VI.          FASILITATOR PELATIHAN

Fasilitator atau Pendampingn pada pelatihan bagi warga belajar PFP  adalah Tim Fasilitator dan Pendampingan yang telah mengikuti Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan I dan II.

VII.         PROSES, METODE DAN MEDIA PELATIHAN

1.    Proses Belajar
Proses belajar dalam pelatihan ini menggunakan azas pendidikan orang dewasa (androgogy) dan mengikuti pendekatan partisipatori. Latihan yang berdasarkan partisipatori andragogi ini menempatkan peserta sebagai orang yang telah memiliki bekal pengetahuan, pengalaman, keterampilan serta bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri dan kesadaran kelompoknya. Pengalaman dan potensi yang ada pada peserta adalah sumber yang perlu digali dalam proses pelatihan ini.
Pelatih dalam hal ini adalah sebagai fasilitator yang memiliki kemampuan untuk menggali gagasan, mengkodifikasi masalah, dan mensistematisasi masalah peserta berdasarkan metodologi pelatihan dan menciptakan kondisi bagaimana peserta menyelesaikan maslahnya sendiri. Di samping itu fasilitator harus mampu menciptakan suasana belajar di antara sesama peserta dan mampu memotivasi peserta agar berperan aktif dalam / selama proses belajar untuk meningkatkan pengalaman dan penghayatan terhadap suatu materi yang dibahas.
2.    Metode Belajar
Metode belajar yang digunakan dalam pelatihan ini diantaranya:
a.    Pemanasan
Metode ini berfungsi untuk membina suasana forum yang hangat dan gembira untuk menarik perhatian peserta terhadap topik yang dibahas.
b.    Ceramah dan tanya jawab
Suatu cara memberikan informasi kepada peserta yang berfungsi untuk menjelaskan sesuatu. Tanya jawab merupakan suatu cara untuk mengetahui apakah penjelasan sudah jelas.
c.    Diskusi kelompok:
Berfungsi sebagai arena saling bertukar informasi dan memecahkan masalah serta arena cipta dan daya analisa.
d.    Bermain peran (role play):
Berfungsi sebagai penumbuh spontanitas dan ekspresi serta mengembangkan daya analisa dan pengamatan peserta
e.    Simulasi :
Berfungsi sebagai ekspresi spontanitas peserta dan penumbuh daya analisa
f.     Diskusi Pleno :
Berfungsi sebagai arena saling pemantapan pengalaman, saling tukar pengalaman dan analisa hasil karya pribadi/kelompok serta terwujudnya kesimpulan bersama
g.    Studi kasus :
Berfungsi sebagai arena saling tukar informasi dan memecahkan masalah bersama
h.    Curah pendapat / sharing :
Berfungsi membangkitnya keberanian peserta untuk mengungkapkan pendapat dan perasaannya.

i.      Ice Breaker
Berfungsi untuk memecahkan kejenuhan pada saat paltihan berlangsung.
j.      Praktek Lapangan
Berfungsi untuk menguji dan mengolah kemampuan forum peserta dengan praktek di lapangan.

3.    Media Belajar
Media belajar yang dipergunakan untuk kelancaran pelatihan ffasilitator dan pendampingan dengan pendidikan partisipatori andragogi adalah:




a.    Bahan/materi yang berhubungan f. Lembar peraga, judul tujuan dengan pokok bahasan                   dan waktu
b.    Poster/gambar                              g. Lembar tugas , pengamatan
c.    Flip chart                                       h. Buku pegangan
d.    Alat permainan/game                   i. Alat tulis menulis
e.    Alat untuk simulasi                                               
 




           



VIII.        TEMPAT DAN LAMA PELATIHAN

Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan dilaksanakan berdasarkan level masing-masing sebagaimana dalam penjenjangan pengkaderan IPM. Pemilihan lokasi/tempat pelatihan mempertimbangkan fasilitas yang memungkinkan untuk proses pelatihan.

IX.          PENYELENGGARAN PELATIHAN

1.    Penanggung Jawab
Penyelenggara pelatihan adalah Pimpinan Ikatan Pelajar Muhammadiyah bidang KPSDM di masing-masing level berdasarkan kaidah penjenjangan pengkaderan IPM. Bidang KPSDM membentuk panitia penyelenggara terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Pembantu dan dalam proses pengelolaan pelatihan bekerjka sama dengan Tim Fasilitator dan Pendampingan Kader berdasarkan  level penjenjangan dan kualifikasi.

2.    Tugas
a.    Menyusun kerangka kerja dan jadwal pelatihan
b.    Menyusun kepanitiaan pelatihan
c.    Menetapkan fasilitator pelatihan
d.    Bersama fasilitator menyiapkan materi, media dan sarana yang akan digunakan dalam penyajian materi latihan
e.    Melaksanakan pemantauan dan evaluasi proses kegiatan pelatihan sejak awal sampai akhir
f.     Melakukan pendampingan pasca-training

VI.          KURIKULUM PELATIHAN

Kurikulum ini dapat disesuaikan berdasarkan analisis kebutuhan dan proses need assessment pengkaderan. PFP I dan II merupakan pelatihan bertingkat. Yang membedakan dalam materi ini adalah faktor kedua yaitu tentang aspek seluk beluk warga belajar dan aspek seluk beluk pendalaman materi pengkaderan IPM di masing-masing level. Sedangkan masalah kefasilitatoran diberikan secara bertingkat berdasarkan analisis kebutuhan perencanaan, pengelolaan dan pendampingan pengkaderan.
NNO
POKOK BAHASAN
LATIHAN
METODE
WAKTU
1.    1.
Bina Suasana
Personal Introduction (perkenalan)
Permainan
45’
2.    2.
Dinamika Kelompok

¨       Hakikat dinamika kelompok
¨       Metode dalam dinamika kelompok
¨       Prinsip dasar dinamika kelompok

Permainan
Sering
Disko
90’
3.     
Mencari Sasaran
¨       Fungsi Mencari sasaran
¨       Metode Mencari Sasaran
¨       Memahami sasaran yang dicapai
Simulasi,Diko Sharing.
90’
4.     
a. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja
b. Psikologi Warga Belajar

¨       Ciri-ciri Perkembangan Anak dan Remaja
¨       Tugas-tugas Perkembangan Anak dan Remaja
¨       Problematikan Anak dan Remaja

Eksplorasi
Sering
Roleplay
Disko (analisis kasus)
135’
5.     
Pengembangan kepekaan
¨       Konsep Pengembangan Kepekaan
¨       Proses pengembangan kepekaan
¨       Peranan Pendamping dalam Pengembangan kepekaan
Dialog,Sharing,Diskusi Kelompok,
Game

6.    5.
Perubahan Perilaku
¨       Kepekaan

Ceramah & tanya jawab
Permainan
Simulasi
90’
7.    6.
Komunikasi Kerjasama
¨   Model komunikasi
¨   Latihan komunikasi
¨   Analisa arus interaksi
¨   Menghayati dan  mengungkapkan perasaan
¨   Berbicara dengan publik
¨   Prinsip Kerjasama
Permainan
Permainan
Diskusi
Permainan

Praktek
45’
45’
45’
45’

90’
8.     
Aplikasi Pembuatan Perencanaan Pelatihan
¨   Strategi Perencanaan
¨   Mengumpulkan data & Masalah
¨   Identifikasi Masalah
¨   Menentukan Tujuan


9.     
Aplikasi Pengelolaan Pelatihan
¨   Prinsip-prinsip fasilitator
¨   Prosedur Fasilitasi
¨   Pengelolaan Forum


10.   
Pendampingan & Goal Setting
¨   Prinsip-prinsip  Pendampingan
¨   Metode Pendampingan
¨   Pendidikan dlm pendampingan


11.   
Latihan Alam
¨    


12.  8.
Praktek penggunaan media
¨   Praktek penggunaan media sebagai alat bantu dalam PAK
Praktek
90’
Jumlah

menit =

Keterangan : 1 Jam pelajaran = 45 menit
                           24 jam                = 4 hari latihan efektif

X.            TINDAK LANJUT PELATIHAN
Proses terpenting pasca pelatihan adalah proses tindak lanjut. Oleh karena itu, pada Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan diperlukan langkah-langkah follow up sebagai berikut:

1.    Pengukuhan Tim Follow Up
Pimpinan menetapkan surat keputusan bagi pendamping pasca pelatihan berdasarkan usulan dari warga belajar.

2.    Pendayagunaan
Pendamping pasca pelatihan agar mengikuti prosedur dalam melaksanakan pendampingan sebagai berikut:
a.    Melakukan aktifitas pendampingan dengan berinteraksi baik langsung maupun tidak langsung kepada warga belajar secara kontinyu berdasarkan tujuan dan target PFP I dan II.
b.    Mendorong wrga belajar membentuk jaringan informasi berdasarkan agenda yang telah disepakati (leaflet, buletin, jaringan) berkaitan dengan pengembangan wacana dan aktivitas warga belajar untuk mencapai target PFP I dan II.
c.    Memfasilitasi dan mendampingi proses workshop evaluasi SPI pasca pelatihan serta merencanakan pengkaderan dari level dasar sampai madya. Di samping itu juga mendorong warga belajar untuk melakukan kursus-kursus periodik sebagai upaya pengkayaan wacana dan kemampuan yang mendukung tercapainya target dan tujuan PFP I dan II.

3.    Aktivitas Pendampingan
Kegiatan pendampingan dapat dilakukan dengan cara:
a.    Temu warga belajar untuk memberikan perkembangan informasi masing-masing sebagaimana dalam rencana follow up.
b.    Kursus periodik dengan tema sebagaiman yang disepakati oleh kelompok warga belajar dalam rangka mengembangkan  wacana dan menambah kemampuan sebagaimana tujuan dan target PFP I dan II.
c.    Bakti Lingkungan yaitu mengagendakan kerja bakti dalam pengelolaan pengkaderan.

A.  EVALUASI PROSES

Keberhasilan suatu kegiatan pelatihan dapat dinilai dari proses, input dan out put. Untuk Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan I dan III akan menggunakan evaluasi proses yaitu evaluasi pra pelatihan, pelatihan dan pasca pelatihan.  Evaluasi pra pelatihan melalui need assessment dan sosialisasi, waktu pelatihan melalui evaluasi in put (sumatif) yaitu evaluasi yang mengukur tingkat pemahaman peserta terhadap materi yang disajikan dengan menggunakan instrumen pre dan post kontrak belajar, dan pasca pelatihan melalui uji out put melalui follow up dan dilaporkan melalui yudisium. Adapun parameter  keberhasilannya akan diukur melalui :  

1.    Evaluasi Pra Pelatihan
Evaluasi ini diberikan setelah dilakukannya need assessment dan sosialisasi. Evaluasi di sini dimaksudkan untuk mendapatkan atau menilai kebutuhan materi dalam pelaksanaan pelatihan. Adapun evaluasi pra pelatihan antara lain meliputi:
a.    Menilai calon warga belajar bedasarkan analisis kebutuhan kader yang disesuaikan dengan kapasitas kemampuan kader dalam meyerap materi dan kebutuhan calon warga belajar.
b.    Uji rencana materi dan metodologi pelatihan melalui workshop fasilitator dengan Pimpinan setempat yang telah memiliki kualifikasi fasilitator.

2.    Evaluasi Materi Pelatihan
Keberhasilan Materi Pelatihan akan diukur melalui aspek sbb:

a.    Aspek Penilaian Aktifitas dan Pemahaman Waktu Pelatihan.
Fasilitator akan menilai aspek ini , dari segi apakah warga belajar akan dapat memahami materi sesuai dengan kontrak belajar,  lalu dapat mengimplementasikan dalam aktifitas-aktifitas  selama pelatihan (baik dari segi penugasan,games,Bermain peran,sharing,dll). Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh  ilustrasi  (mengukur tingkat pengetahuan) sampai sejauhmana tujuan masing-masing materi pelatihan (modul) dapat tercapai. Bahan evaluasinya mencakup semua materi pelatihan yang diberikan.

b.    Aspek Instrumentasi (alat bantu) evaluasi.
Untuk dapat mengukur kesempurnaan penilaian maka, dibutuhkan instrumen sbb:
Ø  Pree Test (tes awal) & Post Test (tes akhir).
Ø  Catatan Harian Peserta
Ø  Lembar Evaluasi Materi
Ø  Sosiogram


3.    Evaluasi Pasca Pelatihan
Keberhasilan suatu pelatihan dalam definisi proses justru sangat ditentukan oleh pasca pelatihan itu sendiri. Evaluasi pasca pelatihan ini meliputi:
a.    konsistensi antara agenda follow up yang meliputi: 1) Tugas pribad. 2) Tugas kelompok atau tugas warga belajar pasca pelatihan dengan praktek mereka semua pasca pelatihan.
b.    Inovasi, yaitu seberapa jauh warga belajar mampu memberikan pengembangan aktivitas yang mendukung target pelatihan di luar agenda follow up.

XI.    PENYELENGGARAAN PELATIHAN

Sebelum penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan pastikan semuanya sudah siap mulai dari peserta, pembicara/fasilitator, tempat, bahan-bahan dan sarana penunjang pelatihan seperti plano, spidol, alat peraga dll., sampai dengan konsumsi.
Pada saat pelatihan berlangsung, penyelenggara memantau jalannya pelatihan, menyiapkan daftar hadir dan menyiapkan konsumsi pada saat istirahat. Selama pelaksanaan pelatihan sebaiknya dibuat foto dokumentasi untuk kejadian-kejadian yang mempunyai nilai dokumentasi yang baik, misalnya pada saat simulasi, diskusi acara pembukaan dan penutupan pelatihan.
Untuk kelancaran proses pelatihan diharapkan penyelenggara bekerja sama dengan institusi/lembaga terkait(stake holder).

XII.  PELAPORAN
Panitia penyelenggara harus membuat laporan yang mencakup kegiatan-kegiatan persiapam, pelaksanaan/proses sampai dengan pelatihan itu selesai dilaksanakan, paling lambat 2 minggu setelah selesai pelatihan
Laporan teresebut disampaikan kepada Pimpinan IPM dan Muhammadiyah setingkat, kepada pemberi dana/sponsor dengan ditembuskan kepada Pimpinan di atasnya.

VII.         KUMPULAN MODUL PELATIHAN

Terlampir.

XIII.        PENUTUP
Buku kelima yang berisi tentang Pelatihan pFasiliator dan Pendmaping I&II dilengkapi dengan modul ini merupakan pegangan bagi fasilitator dan pendamping . Pada pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah tersebut berdasarkan analisis kebutuhan fasilitator dan pendaping setempat.
Buku kelima ini wajib digunakan melalui metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu harus digunakan secara disiplin dan konsisten. Sifatnya yang lentur menuntut masing-masing level pimpinan dan fasilitator kreatif mengelola pelatihan dengan tetap berpegang pada target dan tujuan masing-masing level pelatihan fasilitator dan pendampingan.


















KUMPULAN MODUL PELATIHAN FASILITATOR DAN PENDAMPINGAN


MODUL KB
--------------------------------

Topik  : Kontrak Belajar

Waktu: 60 menit
--------------------------------

PENJELASAN UMUM

            Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan (PFP) dilihat dari segi pesertanya adalah suatu proses pendidikan untuk orang dewasa. Oleh karena itu, asumsi pendidikan/pelatihan untuk ini pun haruslah asumsi pendidikan/pelatihan bagi orang dewasa.
            Salah satu asumsi penting dalam konteks ini berkisar sekitar unsur “pengalaman” di dalam proses belajar, dalam pengertian  bahwa orang dewasa itu telah membawa pengalamannya sendiri-sendiri, sebesar apapun kapasitasnya.
            Selain itu, salah satu asumsi penting yang berhubungan dengan proses belajar orang dewasa mencakup aspek “konsep diri”. Konsep diri itu berubah dari “ketergantungan total” di masa kanak-kanak menjadi “berdiri sendiri” di masa dewasa.
            Seperti demikian, maka upaya “pengarahan diri sendiri” sesungguhnya adalah  salah satu ciri yang perlu ada atau diadakan di dalan proses pelatihan orang dewasa.
            Kegiatan Kontrak Belajar ini adalah bagian upaya untuk memberikan kesempatan kepada peserta guna mengarahkan dirinya sendiri dengan jalan secara jernih merumuskan sendiri apa sebenarnya yang diharapkan juga merumuskan sendiri apa wujud partisipasi mereka mereka di dalam kegiatan pelatihan ini, agar pelatihan dapat berjalan sesuai rencana.
            Sesuai dengan nama sesinya, “Kontrak Belajar”, maka Fasilitator pun perlu menjelaskan secara singkat apa program pelatihan serta prosedur maupun metode yang digunakan dalam pelatihan. Dengan demikian , “frekuensi” peserta dan Fasilitator diharapkan dapat menjadi sama.

TUJUAN LATIHAN UMUM

            Peserta secara jernih menilai apa motifnya mengikuti Pelatihan Fasiitator dan Pendampingan, serta memahami apa yang harus dilakukannya agar kegiatan pelatihan berjalan sesuai rencana.

PROSEDUR

1.    Fasilitator memberikan kata pembuka serta penjelasan singkat tentang modul latihan selama kurang lebih 10 menit.
2.    Fasilitator membagikan kertas manila ukuran setengah kwarto sebanyak dua lembar kepada setiap peserta.
3.    Fasilitator meminta setiap peserta menulis di dalam lembar kertas manila yang pertama apa yang ia harapkan dengan mengikuti Pelatihan Instruktur (maksimal menggunakan 5 kata). Dalam lembar kertas manila yang kedua ia menuliskan apa yang dapat ia lakukan/sumbangkan agar Pelatihan Instruktur dapat berjalan baik (maksimal lima kata).
4.    Peserta diminta membagi diri atas beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 peserta.
5.    Di dalam kelompok peserta mengumpulkan apa yang telah dituliskan dalam lembar kertas manila, dan merumuskannya sebagai kesimpulan kelompok (ada dua jenis kesimpulan sesuai lembar kerta manila tiap perserta). Kesimpulan ditulis di dalam plastik transparan. Waktu yang diperlukan kurang lebih 15 menit.
6.    Dalam klas umum setiap kelompok melaporkan hasil kerjanya secara singkat.
7.    Fasilitator bersama peserta membuat kesimpulan akhir berdasarkan laporan hasil kerja kelompok.
8.    Fasilitator memberi penjelasan singkat tentang program Pelatihan Instruktur.
9.    Fasilitator meminta peserta mengisi lembar "kontrak belajar"

PERALATAN PENDUKUNG

1.    Lembar isian "kontrak belajar"
2.    Kertas manila yang di potong setengah kwarto (2 x jumlah peserta)
3.    OHP lengkap dengan spidol dan plastik.


MODUL EHB

 

----------------------------------------

Topik  : Ekspresi Hasil Belajar

Waktu: 90 menit
----------------------------------------

PENJELASAN UMUM
            Suatu kegiatan pelatihan tidak dapat tidak adalah suatu proses belajar, dimana peserta diharapkan mengalami perubahan yang searah dengan tujuan pelatihan. Dalam konteks ini, ada atau tidakkah perubahan itu tidak hanya dapat dinilai oleh orang luar, akan tetapi dalam porsi yang lebih besar justru lebih dirasakan oleh peserta sendiri. Peserta, asal ia mencoba jujur terhadap dirinya, akan mampu mengukur sejauhmana ia mengalami perubahan setelah mengikuti pelatihan.
            Kegiatan Ekspresi Hasil Belajar ini adalah bagian dari upaya untuk memberikan kesempatan kepada peserta guna merumuskan sendiri apa sebenarnya yang telah diperolehnya dari kegiatan pelatihan, seberapa jauh ia telah mengalami perubahan setelah mengikuti pelatihan. Dimensinya adalah kesadaran diri, “sadar bahwa dirinya tahu” atau “sadar bahwa dirinya tidak tahu”.

TUJUAN LATIHAN UMUM

            Peserta secara jerni menilai apa yang diperolehnya selama Pelatihan Untuk Pelatih, serta beberapa jauh ia telah mengalami perubahan.

PROSEDUR

1.    Fasilitator memberikan penjelasan singkat    tentang model latihan.
2.    Fasilitator membagikan lembar EKB kepada para peserta dan meminta mereka mengisinya. Waktu yang dibutuhkan sekitar 10 menit.
3.    Fasilitator membagi perserta atas kelompok kecil, dan meminta setiap kelompok mentabulasi hasilnya. Waktu yang dibutuhkan sekitar 10 menit.
4.    Dalam klas umun setiap kelompok diminta menjelaskan hasil tabulasi disertai analisis singkat.
5.    Satu-dua orang peserta diminta mengemukakan pendangannya csecara kualitatif tentang jalanya pelatihan.
6.    Fasilitator menjelaskan secara umum hasil tabulasi Catatan Harian Peserta, dan memberikan kata penutup.

PERALATAN PENDUKUNG

1.    Lembar isian  dan lembar tabulasi
2.    Plastik transparan yang sudah disiapkan sebagai blangko isian.
3.    OHP dan spidol.


---


Modul W-1


--------------------------------------------
Topik : Metode Pelatihan I
             (Kawasan Dengar dan Lihat)

Waktu: 180 menit

--------------------------------------------

PENJELASAN UMUM

            Ada satu adagium yang sering dikatakan orang untuk menunjukkan pentingnya proses/metode: “Kendati lagunya bagus, jika penyanyinya jelek, kesannya tetap jelek. Tetapi sebaliknya, kendatipun lagunya jelek, asal dinyanyikan oleh penyanyi yang baik, kesannya tetap baik”.
            Isi pesan pun demikian. Kendatipun isi atau materi itu sedemikian bagusnya, akan tetapi jika disampaikan dengan metode yang jelek, akibatnya akan cenderung jelek, dalam arti tidak dipahami, dan bahkan dalam tingkat tertentu malah dapat menimbulkan antipati.
            Dengan demikian peran metode dalam suatu pelatihan atau training sangatlah penting. Suatu aktivitas training yang mengabaikan unsur metode, pada akhirnya hanyalah berubah menjadi aktivitas proforma, yang penting ada kegiatan.
            Kita mengenal banyak sekali jenis metode latihan. Akan tetapi, dilihat dari segi medianya, metode latihan dapat dibagi dalam tiga kawasan besar, yaitu, pertama, telling (“dengar”), yang menyangkut pemberian informasi tentang pikiran-pikiran, konsep-konsep, teori-teori, ajaran-ajaran, dan sebagainya; kedua, showing (“lihat”), di samping disampaikan secara lisan juga dipertunjukkan, dan ketiga, doing (“tindakan”), peserta diberi kesempatan mencoba melakukan sesuatu.
            Jika diingat bahwa peserta pelatihan, baik PKSK maupun PKSB adalah mereka yang telah dewasa atau berangkat dewasa, maka metode dalam kawasan “tindakan” lebih tepat untuk itu. Misalnya “role play”, “simulasi”, “game”, “konferensi”, “diskusi kasus”, dan lain-lain. Hal ini tidak berarti metode dalam kawasan “dengar” dan “lihat” tidak penting. Metode dalam dua kawasan ini tetap penting, asal saja dilakukan variasi sedemikian sehingga unsur “tindakan” masuk juga ke dalamnya. Dengan kata lain, ketiga kawasan metode tersebut digunakan secara bersama-sama.
            Hal yang penting dalam pemanfaatan metode latihan adalah dasar penentuan metode tersebut. Paling sedikit ada enam hal yang perlu dipertimbangkan sebelum kita memilih metode di dalam suatu aktivitas pelatihan. Keenam hal tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Tujuan latihan. Jika tujuannya hanya untuk memberi informasi teoritik, misalnya, maka tidak perlu digunakan role play. Cukup kita gunakan presentasi yang didukung oleh media tertentu, semisal OHP, slide projector, ditambah diskusi pendalaman.
2.    Sifat materi. Jika materi bersifat sangat teknis dengan bahan yang terbatas, maka metode ceramah yang divariasikan dengan diskusi dan didukung alat peraga, cukup memadai.
3.    Kondisi peserta. Metode adalah cara untuk menyampaikan informasi dari seseorang kepada orang lain. Dengan demikian metode berhubungan langsung dengan manusia, yang berarti pula dengan kondisi manusia. Dengan demikian, pertimbangan kondisi peserta mutlak diperlukan. Jika peserta berlatarbelakang pendidikan yang cukup tinggi, maka metode konferensi, studi kasus, sindikat, tepat untuk digunakan.
4.    Kemampuan pelatih. Jika pelatih belum begitu menguasai suatu metode, maka tidak ada alasan baginya untuk memaksakan diri menggunakan metode tersebut.
5.    Peralatan yang tersedia. Metode tertentu perlu didukung oleh peralatan. Jika untuk menggunakan suatu metode tertentu peralatan pendukung tidak tersedia, maka seyogyanya metode lain yang digunakan.
6.    Waktu yang tersedia. Waktu merupakan faktor yang perlu diperhitungkan. Jika waktu yang tersedia hanya 30 menit, maka metode konferensi jelas tidak dapat digunakan.
Dalam Workshop I ini peserta pertamakalai akan diajak untuk meresapi keterbatasan metode dalam kawasan “dengar” jika tidak didukung oleh “lihat” maupun “tindakan”, untuk kemudian peserta diminta merumuskan bentuk-bentuk variasi agar metode dalam kawasan “dengar” maupun “lihat” itu dapat digunakan secara “enak” dan “perlu”. Dengan demikian, workshop ini akan berjalan dalam dua tahap, yaitu.
Tahap I:   Meresapi efektifitas penggabungan dan variasi metode.
Pada tahap ini kepada para peserta diperlihatan secara demonstratif bagaimana  perbandingan efektifitas metode-metode pelatihan yang hanya menyentuh kawasan “dengar” saja, dan metode presentasi yang melibatkan kawasan “lihat” dan sedikit “tindakan”. Fasilitator membagi peserta dalam dua kelompok. Kepada masing-masing kelompok akan diberikan sebuah tugas. Kelompok I diberi tugas hanya secara lisan, sementara Kelompok II diberi tugas secara lisan ditambah demonstrasi. Secara sederhana peserta akan dapat melihat secara langsung bagaimana efektifitas masing-masing metode.

Tahap II:  Mengembangkan variasi penggabungan metode.
Dari dua treatment di atas diharapkan peserta dapat meng-create metode dan media apa yang sesuai untuk perentasi materi tertentu, dan bagaimana presentasi seorang pelatih agar materi dapat diserap secara baik dan benar oleh para peserta, tetapi tetap menyenangkan.

Untuk membantu peserta dalam mengembangkan variasi penggabungan metode, maka berikut ini secara ringkas diperkenalkan beberapa jenis metode yang sesungguhnya termasuk dalam kawasan “dengar” dan “lihat”, tetapi dibuat bervariasi dengan sedikit memasuki wilayah “bermain”.

Metode Forum. Fasilitator mempersilahkan seorang peserta menjadi pelempar gagasan atau pengulas umum, dan seorang lagi sebagai moderator. Pelempar gagasan atau pengulas menyampaikan ulasannya selama kurang lebih lima menit, kemudian dibuka kesempatan dialog dengan seluruh peserta. Metode ini lebih banyak digunakan untuk pendalaman materi yang telah disampaikan nara sumber sebelumnya. Ada beberapa bentuk variasi dari metode ini. Di antaranya adalah dengan menggunakan alat perekam. Fasilitator memutarkan potongan ceramah dari seorang ahli, kurang lebih selama lima menit. Kemudian peserta yang ditunjuk sebagai pengulas bertindak mewakili ahli yang rekamannya diperdengarkan untuk berdiskusi dengan seluruh peserta.

Metode Sindikat. Peserta dibagi dalam beberapa sindikat/kelompok yang terdiri dari 5 sampai 10 peserta. Tiap sindikat diketuai oleh seorang peserta. Setiap sindikat dihadapkan kepada suatu masalah yang akan dipecahkan secara bersama. Hasil rumusan tiap sindikat kemudian didiskusikan dalam klas umum. Salah satu bentuk yang mirip dengan metode sindikat adalah metode “konferensi”. Bedanya, di dalam metode konferensi, setiap kelompok mewakili kelompok yang ada dalam kenyataan. Misalnya menggambarkan perdebatan di DPR, dan sebagainya. Metode ini bermanfaat untuk melatih peserta berpikir secara individual maupun kelompok.

Metode Studi Kasus (case study). Kepada peserta diajukan satu kasus yang merupakan kejadian aktual, baik berupa ceritera lisan, tulisan, film pendek, rekaman, yang biasanya diakhiri dengan pertanyaan Fasilitator, “bagaimana pendapat Anda?”. Sifat diskusi adalah analisis kasus untuk mencari pemecahan. Metode ini digunakan terutama untuk mendorong peserta berpikir secara aktif, serta untuk memperdalam pemahaman. Metode ini sering sekali digabung dengan metode forum.

Metode Studi Peristiwa (incident study). Mirip studi kasus, tetapi kasusnya belum tersusun rapih. Yang dikemukakan adalah peristiwanya. Misalnya, “ada siswa yang sering sekali tertidur di dalam klas”, tanpa disertai keterangan mengapa ia tertidur, siapa orang tuanya, apa masalah pribadi yang dihadapinya, dan sebagainya.

Metode Permainan Peran (role play). Metode ini sebenarnya termasuk dalam kawasan “tindakan”. Ia dirumuskan sebagai bagian dari learning by doing. Akan tetapi, sering sekali metode ini digabungkan dengan metode dalam kawasan “dengar” dan “lihat”, karena itu ia dijelaskan dalam modul ini. Dalam metode permainan peran, peserta dihadapkan kepada masalah hubungan antarmanusia, untuk melatih mereka bereaksi terhadap orang lain. Dalam metode ini peserta diminta berperan bukan sebagai dirinya. Misalnya seorang peserta diminta berperan sebagai konselor sekolah, yang lain sebagai konselor sebaya, dan lainnya lagi sebagai pengguna napza.

Metode Simulasi. Mirip dengan metode permainan peran, hanya saja di dalam simulasi peserta berperan sebagai dirinya sendiri untuk keadaan tertentu. Akan tetapi, jika simulasi dimaksudkan untuk meniru suatu peristiwa tertentu, maka ia dilaksanakan mirip dengan role play. Misalnya simulasi sidang kabinet, simulasi prosedur konseling bagi siswa bermasalah dengan napza, dan sebaginya.
Metode In Basket Training. Peserta dihadapkan pada sejumlah tugas, dokumen, jadwal, nota, dan sebagainya. Peserta kemudian diminta menentukan urutan prioritas dengan menganalisis setumpuk tugas yang dihadapinya itu. Metode ini memerlukan dukungan lembar kerja berupa pilihan tugas, dokumen, surat, jadwal, nota, dan sebagainya. In Basket Training sangat bermanfaat untuk melatih peserta memecahkan masalah, melatih pengambilan inisiatif, serta melatih peserta mengambil keputusan secara cepat dan tepat.

TUJUAN LATIHAN UMUM

            Peserta dapat memahami berbagai jenis metode yang termasuk dalam kawasan “dengar” dan “lihat”, serta dapat meresapi pentingnya berbagai metode itu divariasikan.

PROSEDUR

1.    Fasilitator memberikan penjelasan singkat tentang modul latihan.
2.    Peserta dibagi atas dua kelompok. Kelompok pertama ditreatment dengan metode “dengar” saja, sedangkan kelompok kedua ditreatment dengan metode “lihat”, dengan sedikit menyentuh kawasan “tindakan”.
Untuk kelompok pertama maupun kedua, treatment dilakukan sekitar 20 menit.
3.    Dilakukan diskusi untuk membandingkan hasil treatment tersebut selama 30 menit.
4.    Peserta kemudian dibagi dalam beberapa kelompok yang lebih kecil dan diminta mendiskusikan serta merupuskan bagaimana bentuk-bentuk variasi metode sehingga menarik. Diskusi diarahkan untuk merumuskan variasi metode bagi penyajian materi dalam PKSK maupun PKSB.
5.    Dalam klas umum fasilitator mempersilahkan tiap kelompok melaporkan hasil kerjanya, serta dilakukan pembahasan umum.
6.    Fasilitator memberikan catatan penutup.

PERALATAN PENDUKUNG

1.    Bahan permainan, terutama kertas.
2.    OHP, lengkap dengan spidol dan plastik.

-----------






Modul W-2



--------------------------------------------
Topik : Metode Pelatihan II
             (Belajar Sambil Bermain)
Waktu: 210 menit
--------------------------------------------


PENJELASAN UMUM

            Asumsi lama pendidikan sering menempatkan peserta didik dalam posisi “botol kosong”, karena itu tugas pendidik adalah menuangkan air ke dalam botol tersebut hingga penuh. Asumsi ini kemudian dikritik tajam oleh berbagai kalangan, apakah ahli pendidikan, atau praktisi pendidikan di lapangan. Belakangan, dua pengeritik asumsi botol kosong, Ivan Illich dan Paulo Freire, semakin meramaikan perbincangan seputar asumsi itu.
            Para penganjur pendekatan “andragogi” juga  menolak sama sekali asumsi botol kosong dalam memandang manusia dewasa. Manusia, si peserta didik, menurut para penganjur pendekatan andragogi, adalah ibarat botol yang isinya berbeda-beda, tetapi tetap telah berisi. Mereka datang dengan pengalamannya sendiri-sendiri dan siap dididik. Salah seorang penganjur pendekatan andragogi, Malcolm Knowles, mengedepankan empat asumsinya yang sangat terkenal tentang pembelajaran orang dewasa.
1.    Perubahan Konsep Diri. Kematangan konsep diri bergerak dari “ketergantungan total” menuju “pengarahan diri sendiri”. Pada tahap terakhir ini orang membutuhkan penghargaan dari orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri.
2.    Peranan Pengalaman. Manusia sebagai subyek didik mempunyai pengalaman yang berbeda.
3.    Kesiapan Belajar. Anak-anak belajar karena perkembangan biologis atau tuntutan akademis, sedangkan orang dewasa belajar karena membutuhkan.
4.    Orientasi Belajar. Anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran, sedangkan orang dewasa cenderung memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan problem hidup.
Berdasarkan asumsi pembelajaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang dewasa lebih senang belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Membiarkan peserta training duduk berjam-jam hanya untuk mendengarkan ceramah akan sangat membosankan mereka. Oleh karena itu biarkan mereka melakukan sesuatu untuk kemudian mereka simpulkan sendiri. Kalau kesimpulan tersebut berhubungan dengan nilai tertentu, misalnya dasar negara, agama, barulah Fasilitator memberikan masukan seperlunya.
Di dalam dunia pertrainingan ada moto yang terkenal, “saya dengar, saya lupa”, “saya lihat, saya ingat”, “saya lakukan, saya paham”. Dengan moto itu kemudian dikembangkan metode “bermain” atau game dalam dunia pertrainingan. Belajar sambil bermain adalah satu model dari sekian metode pelatihan untuk mengoptimalkan proses belajar agar menjadi mudah, menarik, tidak membosankan, dan mencapai sasaran seperti moto di atas (edutainment).
Sebagaimana Workshop I, Workshop II ini melewati dua tahap kegiatan, yaitu:
Tahap I: Meresapi efektifitas metode permainan
Pada tahap ini peserta diminta bekerja dalam kelompok masing-masing.  Selama 20 menit kelompok akan memainkan sebuah game (permainan). Jenis dan bentuk serta petunjuk permainan disediakan Fasilitator dalam amplop tertutup.
Jika permainan sudah dinyatakan selesai, dilanjutkan diskusi, curah ide dan pemberian feed back terhadap permainan tersebut selama kurang lebih 40 menit.
Tahap II: Mengembangan metode permainan
Selesai curah ide selama kurang lebih 60 menit peserta diminta berdiskusi dalam kelompok untuk merekayasa sebuah permainan yang dapat diaplikasikan dalam penyampaian materi pada kurikulum pelatihan tertentu, kemudian mempresentasikannya dihadapan kelompok yang lain selama kurang lebih 120 menit.

Untuk membantu peserta mengembangkan metode permainan, berikuti ini diperkenalkan secara ringkas beberapa model permainan yang sering digunakan dalam training.

Permainan Berbisik-bisik Berantai. Peserta diminta duduk dalam bentuk tapal kuda atau setengah lingkaran. Fasilitator membisikkan suatu informasi singkat kepada peserta pada salah satu ujung, kemudian meminta peserta itu membisikkan informasi itu kepada teman di sampingnya. Bisik-bisik ini berjalan secara berantai sampai dengan peserta di ujung yang satunya. Peserta terakhir yang menerima pesan diminta menyebut apa isi informasi. Dalam praktek, informasi sudah berbeda. Fasilitator kemudian mengajak peserta mendiskusikan distorsi informasi tersebut. Permainan ini bermanfaat untuk menyadarkan pentingnya komunikasi yang teratur, serta bahaya sebuah gosip.
Permainan Melengkapi Gambar. Peserta diminta duduk secara tapal kuda atau melingkar. Fasilitator meninta peserta diujung yang satu mencoba mengambar sesuatu, tetapi cukup membuat satu coretan kecil. Gambar itu kemudian diserahkan kepada teman di sebelahnya tanpa menjelaskan apa yang akan digambar. Temannya itu melanjutkan coretan tadi, untuk kemudian diserahkan secara berantai kepada teman-teman di sebelahnya. Orang terakhir yang melanjutkan gambar tersebut kemudian menunujukkan kepada orang pertama. Dalam praktek  gambar yang sudah lengkap berbeda jauh dengan ide orang pertama. Permainan ini bermanfaat menyadarkan pentingnya musyawarah dalam kerjasama.

Permainan Bujursangkar. Peserta dibagi atas beberapa kelompok. Tiap kelompok terdiri dari lima peserta. Kepada setiap peserta diberikan lima sampul tertutup yang berisi potongan berbagai bentuk. Tugas kelompok adalah menyusun potongan-potongan tersebut sehingga menjadi lima buah bujursangkar. Selama bermain peserta dilarang berbicara atau memberi kode apa pun kepada temannya. Setelah itu dilakukan diskusi untuk menarik kesimpulan dari permainan tersebut. Permainan bujursangkar sangat bermanfaat untuk menumbuhkan pengeretian tentang kerjasama serta saling pengertian.

Permainan Membuat Kapal Tempur. Permainan ini telah diujicoba pada Workshop I. Permainan ini bermanfaat untuk memperlihatkan bahwa penggabungan kawasan “dengar”, “lihat”, dan “tindakan”, dalam satu metode latihan akan sangat bermanfaat.

Permainan Lempar Spidol. Peserta diminta berdiri di depan meja, dan diminta bertepuk tangan ketika fasilitator melemparkan spidol ke atas. Pada saat spidol ditangkap lagi oleh fasilitator, peserta harus berhenti bertepuk tangan. Gerakan ini diulangi beberapa kali dengan tempo yang semakin cepat. Permainan ini sangat bermanfaat untuk menghangatkan suasana serta mencairkan hubungan Fasilitator-peserta (ice breaking). 

Permainan Angka dan Nama. Mula-mula peserta diminta berhitung berurutan dari nomor satu sampai seterusnya secara bergiliran. Peserta diminta mengingat nomor urutnya. Dapat dilakukan uji coba dengan menyebut angka tertentu dan peserta yang bersangkutan harus menjawab “ya”. Setelah itu Fasilitator menjelaskan bahwa ia akan menceritakan suatu kejadian, dan bila dalam cerita tersebut ada angka yang disebut, maka peserta dengan nomor itu harus berdiri dan menriakkan namanya secara keras. Lalu mulailah Fasilitator bercerita; ‘saudara-saudara. Pelatihan Instrukur ini sudah lima bulan lalu dipersiapkan, akan tetapi praktis baru tiga bulan ini panitia bekerja. Bahkan, baru satu bulan terakhir ini persiapan dimatangkan. Pada mulanya panitia berharap peserta berjumlah sekitar tiga puluh lima orang. Ternyata yang bisa aktif cuma dua puluh tiga orang., itu pun dua orang mundur  sebelum pembukaan …….” Dan seterusnya. Untuk menghidupkan suasana Fasilitator dapat mengulangi angka-angka dari peserta  yang kelihatannya kurang bersemangat. Permainan ini sangat berguna untuk membuat peserta saling mengenal, sekaligus menghapuskan suasana kaku.

TUJUAN LATIHAN UMUM
            Peserta dapat memahami berbagai jenis metode yang termasuk dalam kawasan “tindakan”.

PROSEDUR
1.    Fasilitator memberikan penjelasan singkat tentang modul latihan.
2.    Peserta dibagi atas beberapa kelompok.
3.    Fasilitator membagikan tugas kelompok dalam amplop tertutup.
4.    Peserta mengerjakan tugas sesuai dengan apa yang tertulis dalam amlpop. Bilamana perlu Fasilitator memberi penjelasan lanjut tentang tugas peserta.
5.    Dilakukan diskusi antar kelompok tentang apa yang diperoleh setiap kelompok.
6.    Peserta kemudian dibagi lagi dalam kelompok kecil dan diminta mendiskusikan dan seterusnya merumuskan satu jenis permainan yang dapat digunakan untuk membicarakan materi “Integrasi dan Kerjasama Umat Islam”. Diskusi dan perumusan kelompok dilakukan sekitar 60 menit.
7.    Dalam klas umum, Fasilitator mempersilahkan tiap kelopok melaporkan sekaligus mempraktekkan hasil kerjanya disertai pembahsan umum.
8.    Fasilitator memberi catatan tertutup.


PERALATAN PENDUKUNG
1.    Bahan permainan.
2.    OHP lengkap dengan spidol dan plastik.

---




MODUL W-3

-------------------------------------------
Topik  : Manajemen Pelatihan I
              (Perencanaan Pelatihan)
Waktu : 120 menit.
-------------------------------------------


PENJELASAN UMUM
            Bayangkan: training dilakukan 7 hari, tidak kurang. Hari pertama, sejak pukul 08.00 sampai 12.00 ada ceramah. Pukul 13.00 sampai 15.00 juga ceramah. Pukul 16.00 sampai 17.30 juga diisi dengan ceramah. Eeeh, pukul 19.30 sampai 22.00 masih juga diisi ceramah. Hari kedua sampai dengan ketujuh acaranya persis seperti itu. Alangkah membosankannya! Yang begini ini kan sekadar pekan ceramah, di mana unsur trainingnya? Kalaupun ada unsur training, maka itu cuma sekadar latihan melawan ngantuk dan bosan.
            Training tentu sangat berbeda dengan pekan ceramah. Sebab di dalam training unsur latihanlah yang harus dominan; entah latihan berdebat, latihan berinteraksi dengan sesama peserta, latihan ketajaman analisis serta kemampuan mengekspresikan pikiran, atau bahkan sekadar latihan berbicara di depan khalayak ramai.
            Oleh karena itu, perencanaan training sangat diperlukan, agar unsur serta jenjang kemampuan yang ingin dilatih betul-betul muncul dalam training. Salah satu patokan dasar dalam perencanaan training, sebagaimana telah disinggung di atas, ialah bahwa training itu bukan pekan ceramah. Memang, dari sisi perencanaan, pekan ceramah lebih mudah dirumuskan. Akan tetapi dari segi proses ke arah pencapaian tujuan, pekan ceramah bahkan kadang-kadang kontra-produktif.
            Pendekatan terhadap subyek pendidikan dapat dirumuskan berdasarkan asumsi yang dikembangkan di atas, yaitu yang mengarah pada peningkatan kesadaran diri subyek didik, dan peningkatan hubungan antarsubyek yang berinteraksi (Prof. Dr. Noeng Muhajir, 1984).
            Pendekatan terhadap isi atau materi pendidikan mensyaratkan adanya perumusan materi yang integral, kendatipun terdiri atas unsur-unsur.
            Di dalam perumusan rencana pelatihan, yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa pendekatan terhadap materi dan subyek adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Konsekuensi operasionalnya ialah bahwa isi training dan metode training  adalah dua hal yang sama pentingnya. Merumuskan training sebagai pekan ceramah, sebagaimana telah disinggung di awal, adalah buah dari pandangan bahwa yang terpenting dalam training atau pelatihan adalah isi atau materi itu saja.
            Secara ringkas dan sederhana kedua hal yang dikemukakan di atas, isi atau materi dan metode, diuraikan berikut ini.

1.    Isi Training/Pelatihan.
Pegangan untuk merumuskan ini, sebagaimana dikatakan di atas, yakni isi training adalah integral; dengan pengertian bahwa kendatipun mereka terdiri dari bagian atau unsur yang terpisah, akan tetapi mereka dirumuskan dalam satu kerangka yang berhubungan secara logis, dimulai dari hal-hal yang bersifat umum atau filosofis-teoritis menuju hal-hal yang bersifat khusus atau teknis-praktis.
Ada tiga unsur utama materi training, yaitu, unsur filosofis-teoritis, b) unsur kebijaksanaan lembaga, dan c) unsur teknis-praktis. Segi-segi filosofis-teoritis diarahkan untuk melihat berbagai aspek filosofis maupun teoritis tentang berbagai hal yang sedang menjadi titik pusat perhatian dalam pelatihan, disamping berbagai telaah empiris yang ada. Sementara itu, segi-segi kebijaksanaan kelembagaan dalam konteks pelatihan diarahkan untuk menjelaskan apa saja kebijaksanaan lembaga, semisal pemerintah atau yayasan. Sedangkan segi-segi teknis-praktis berhubungan dengan bentuk pelaksnaan/praksis; untuk pelatihan instruktur, misalnya, bagaimana teknik memimpin sidang, dan lain-lain.



2. Metode Training/Pelatihan.       
Pertama-tama harus kita pahami terlebih dahulu faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam memilih metode, sebagaimana telah dibicarakan dalam Modul W-1
Selain itu, yang perlu juga dipahami dalam rangka perumusan rencana pelatihan ialah training adalah salah satu sub-sistem dari sistem pendidikan suatu institusi. Suatu institusi pendidikan yang baik telah memasukkan dua perangkat perencanaan pelatihan SDM dalam Pedoman Peningkatan Kualitas SDM, yaitu perencanan  makro, dalam arti perencanaan bagi seluruh proses peningkatan kualitas SDM, dan perencanaan meso, yaitu perencanaan bagi tiap institusi training. Kedua perangkat perencanaan ini paling sedikit terdiri dari empat hal utama, yaitu; 1) rumusan tujuan secara hirarkis, 2) isi atau materi, 3) metode, 4) kualifikasi peserta.
Perencanaan mikro, yaitu rencana terinci untuk satu paket training, lazimnya dibuat di luar Pedoman Peningkatan Kualitas SDM. Perencanaan mikro ini disusun menjadi apa yang di dunia pertrainingan sering di istilahkan “manual training”.
Perencanaan mikro lazimnya meramu empat unsur penting, yaitu; 1) isi atau materi, 2) metode, 3) nara sumber/instruktur/Fasilitator, 4) pembagian waktu.
Untuk merumuskan rencana mikro atau manual training, ada dua pertimbangan pokok yang perlu diperhatikan, dalam kaitannya dengan alokasi waktu dan materi, serta penentuan metode.
Pertimbangan pertama adalah   daya tahan peserta sekaligus prioritas materi selama satu paket training. Lazimnya, satu waktu training dibagi dalam tiga bagian. Bagian I, katakanlah hari I training, yang pertama harus dilakukan adalah “penyamaan gelombang” antara peserta dan Fasilitator/instruktur. Baik peserta maupun Fasilitator di hari pertama training belumlah berada pada gelombang yang sama. Agar interaksi dapat berjalan bai, gelombang atau frekkuensi mereka harus disamakan terlebih dahulu. Paling sedikit harus terjadi penyamaan antara harapan peserta dengan apa yang akan disajikan selama training berlangsung. Setelah frekuensinya sama barulah proses interaksi itu dapat berjalan baik. Bagian II, disi dengan proses transferi penggetahuan, nilai, sikap, dan sebagainya. Bagian III, adalah proses kristalisasi. Harus ada waktu untuk merenungkan apa yang telah diperoleh selama training. Lazimnya, Bagian  III diletakkan di hari terakhir training.
Pertimbangan kedua adalah daya tahan peserta sekaligus priorotas materi dan metode selama sehari training. Harap diingat, waktu-waktu di sekitar pukul 12.00 s.d. 16.00 adalah waktu kritis dari segi daya tahan peserta. Kalau tidak terlalu mendesak , maka dalam interval waktu seperti itu sebaiknya peserta diistirahatkan, atau kalau tidak jangan mengunakan   metode ceramah.
Dalam workshop III ini peserta per kelompok diminta merancang suatu manual pelatihan untuk suatu traing khusus, yaitu “pelatihan konselor sekolah” . Pelatihan dilaksanakan kurang lebih empat hari, dan pesertanya adalah para guru SMU,  berusia antara 30 sampai dengan 45 tahun.

TUJUAN LATIHAN UMUM
            Peserta dapat memahami cara menyusun rencana pelatihan, khususnya perencanaan mikro.

PROSEDUR
1.    Fasilitator memberikan penjelasan singkat tentang modul pelatihan selama kurang lebih 30 menit.
2.    Peserta dibagi atas beberapa kelompok.
3.    Selama kurang lebih 60 menit setiap kelompok merumuskan manual pelatihan mubaligh sesuai dengan keterangan ditas, dan ditulis di atas plastik transparan.
4.    Dilakukan diskusi antar kelompokj tentang rumusan masing-masing kelompok selama kurang lebih 120 menit.
5.    Fasilitator memberi catatan penutup.

PERALATAN PENDUKUNG
1.    Alat tulis
2.    OHP lengkap dengan spidol dan plastik.

MODUL W-4


-----------------------------------------------
Topik  : Manajemen II
              (Penyelenggaraan Pelatihan)
Waktu :  210 menit
-----------------------------------------------

PENJELASAN UMUM
            Ada tiga pertanyaan pokok yang perlu dijawab seorang Fasilitator pelatihan atau instruktur. Pertama, bagaimana mengelola klas selama pelatihan? Kedua, bagaimana melakukan monitoring dan evaluasi? Ketiga, apa saja administrasi pendukungnya. Dari ketiga pertanyaan itu, pertanyaan pertama yang nampaknya memerlukan perhatian khusus dari seorang instruktur, karena ia menyangkut individual skill  sang instruktur. Sementara pertanyaan kedua dan ketiga, kendati pun tetap penting, akan tetapi ia lebih berkaitan dengan persiapan teknis pelatihan.
            Dalam workshop IV, prioritas diberikan kepada jawaban terhadap pertanyaan pertama. Oleh karena itu, dua kunci pokok sebagai pegangan bagi seorang instruktur di dalam mengelola klas   perlu dikedepankan. Akan tetapi, sebelum secara sederhana dibicarakan dua kunci pokok tersebut perlu dikemukakan bahwa di dalam suatu proses pelatihan, Fasilitator adalah “cermin besar” di mana peserta mengaca diri mereka. Oleh karena itu dua kunci pokok ini perlu dipegang erat.
            Kunci pertama sebagai pegangan penting bagi seorang instruktur ialah “pemahaman siapa peserta”, serta apa masalah klas yang mungkin timbul”. Untuk itu secara sederhana dikemukakan tentang tipologi peserta dalam matriks kesadaran diri berikut ini.

Matriks Kesadaran Diri



Tahu

Tidak tahu


Sadar
(1)
Sadar bahwa
dirinya tahu
(2)
Sadar bahwa
dirinya tidak tahu

Tidak Sadar
(3)
Tidak sadar bahwa
dirinya tahu
(4)
Tidak sadar bahwa
dirinya tidak tahu
   
            Peserta pelatihan dengan tipologi (2) adalah peserta yang paling siap untuk mengikuti proses pelatihan. Dalam konteks ini instruktur diharapkan dapat mendorong tumbuhnya kesadaran peserta sekaligus menyediakan situasi yang kondusif bagi peningkatan pengetahuan peserta.
            Masalah klas dalam suatu pelatihan baru menjadi rumit jika ada pserta dengan tipologi (4). Biasanya, peserta semacam ini selalu mengekspresikan dirinya secara ekstrim; suka memamerkan kebolehan, atau malah diam sama sekali karena menganggap apa yang diperoleh dalam training buka “barang baru”Aneh bukan?
Kunci kedua  berhubungan dengan perkembangan kemampuan peserta dalam suatu pelatihan. Ada tiga tahap perkembangan yang memerlukan perhatian seorang Fasilitator atau instruktur.
Tahap I
Peserta               : keterebukaan ungkapan pikiran dan perasaan
Fasilitator: diperlukan tiga keterampilan pokok untuk mengantarkan peserta melalui tahap ini.
1.    Keterampilan memperhatikan. Secara verbal keterampilan ini dapat berupa peryataan singkat : “hmm”, “ya”, “betul”, dan sebagainya. Secara non-verbal misalnya dengan mimik, gerak, kontak mata, dan sebagainya.
2.    Keterampilan mendengarkan secara aktif. Peserta akan merasa dihargai jika instruktur mendengarkan apa yang ia katakan secara serius, apalagi sambil mencatat. Yang diharapkan peserta adalah kemampuan instruktur meluruskan ungkapan itu.
3.    Keterampilan memberi giliran. Memberi giliran yang tepat dan adil sangat menolong dan mendorong peserta untuk aktif mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Dalam kedaan biasa giliran diberikan secara adil menurut urutan permintaan. Dalam keadaan di mana sebagian peserta menunjukkan keraguan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya, Fasilitator atau instruktur dapat membuat pertanyaan-pertanyaan pencingan, misalnya; “menurut Anda bagaimana?” dan sebagianya. Harus dihindari pemberian giliran yang tidak adil dan merata.

Tahap II
Peserta     : kejelasan ungkapan pikiran dan perasaan
Fasilitator : diperlukan dua keterampilan pokok untuk melalui tahap ini.
1.   Keterampilan merefleksi. Merefleksi di sini dimasudkan sebagai pemberian umpan balik dari Fasilitator kepada peserta. Ini berarti bahwa peserta dengan umpan balik dari Fasilitator akan melihat sikap dan kemampuannya sendiri.
2.   Keterampilan mengungkapkan pertanyaan menemukan. Pertanyaan yang dikemukakan Fasilitator dapat membantu peserta untuk menemukan dirinya sendiri. Ada beberapa jenis pertanyaan yang perlu dipahami seorang instruktur:
i.       Pertanyaan ingatan; “Di mana Anda mengenalnya”?”, “Sejak kapan Anda mengenalnya?’, dan sebagainya.
ii.      Pertanyaan pengamatan; “Apa yang sedang terjadi?”, “Apakah Anda telah melihatnya?”, dan sebagainya.
iii.     Pertanyaan analitik (uraian sebab-akibat); “Mengapa terjadi konflik?’, “Apa akibat konflik itu bagi keutuhan kelompok?’, dan sebagainya.
iv.     Pertanyaan hipotetis; “Apa yang akan terjadi jika…….?’, “Prediksi apa akibatnya jika…..?’, dan sebaginanya.
v.      Pertanyaan perbandingan; “Siapakah di antara dua kelompok itu yang bersalah?’, “Mana yang Anda anggap paling tepat antara ….dan …?”, dan sebagainya.
vi.     Pertanyaan proyektif; “Jika Anda menghadapi situasi seperti ini apa yang akan Anda lakukan?”, dan sebagainya.
vii.    Pertanyaan tertutup; “Sebagai konselor sekolah kita mengemban tugas sangat penting, ya kan?”, dan sebagainya.
Tahap III
Peserta               : mengembangkan tingkah laku pilihan
Fasilitator : dibutuhkan dua perangkat ketrampilan dalam Thahap I dan Tahap II.

            Untuk workshop IV ini peserta perkelompok diminta meragakan apa yang harus dilakukan Fasilitator ketika bertugas pada suatu pelatihan konselor sekolah, dimana peserta adalah utusan dari SMU di satu kabupaten. Yang perlu diragakan adalah sesi awal dari suatu pelatihan konselor sekolah.


TUJUAN LATIHAN UMUM
            Peserta dapat memahami bagaimana mengelola suaut pelatihan, khususnya dalam posisi sebagai seorang Fasilitator atau instruktur.

PROSEDUR
1.    Fasilitator memberikan penjelasan singkat tentang modul pelatihan selama kurang lebih 10 menit.
2.    Peserta dibagi atas beberapa kelompok.
3.    Selama kurang lebih 20 menit setiap kelompok merumuskan apa yang harus mereka lakukan sebagai Fasilitator pelatihan konselor sekolah dalam sesi awal, sekaligus melakukan pembagian tugas.
4.    Dalam klas umum, setiap kelompok melakukan peragaan diselingi diskusi tentang apa yang telah diragakan.
5.    Fasilitator memberi catatan penutup.

PERALATAN PENDUKUNG
3.    Alat tulis
4.    OHP lengkap dengan spidol dan plastik.

---




MODUL LA-I

­­­­­­­­­­­-------------------------------------
Topik  : Latihan Alam I
  (Pengakraban)
Waktu:  60 menit      
-------------------------------------


PENJELASAN UMUM
            Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa workshop terdahulu, orang dewasa itu lebih senang belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Di dalam Pelatihan Untuk Pelatih kali ini, salah satu model permainan yang belakang mulai dikembangkan dalam berbagai pelatihan, yaitu permainan di luar ruangan, juga diperkenalkan. Di dalam pelatihan ini, permainan itu kita sebut “Latihan Alam”.
            Dalam Latihan  Alam I, peserta akan mempraktekkan salah satu bentuk ice breaking di alam terbuka, yaitu Permainan Angka dan Nama. Mula-mula peserta diminta berhitung berurutan dari nomor satu sampai seterusnya secara bergiliran. Peserta diminta mengingat nomor urutnya. Dapat dilakukan uji coba dengan menyebut angka tertentu dan peserta yang bersangkutan harus menjawab “ya”. Setelah itu Fasilitator menjelaskan bahwa ia akan menceritakan suatu kejadian, dan bila dalam cerita tersebut ada angka yang disebut, maka peserta dengan nomor itu harus berdiri dan menriakkan namanya secara keras. Lalu mulailah Fasilitator bercerita; ‘saudara-saudara. Pelatihan Instrukur ini sudah lima bulan lalu dipersiapkan, akan tetapi praktis baru tiga bulan ini panitia bekerja. Bahkan, baru satu bulan terakhir ini persiapan dimatangkan. Pada mulanya panitia berharap peserta berjumlah sekitar tiga puluh lima orang. Ternyata yang bisa aktif cuma dua puluh tiga orang., itu pun dua orang mundur  sebelum pembukaan …….” Dan seterusnya. Untuk menghidupkan suasana Fasilitator dapat mengulangi angka-angka dari peserta  yang kelihatannya kurang bersemangat. Permainan ini sangat berguna untuk membuat peserta saling mengenal, sekaligus menghapuskan suasana kaku.


TUJUAN LATIHAN UMUM
            Peserta semakin akrab dengan sesamanya, serta menyadari pentingnya keakraban dalam suatu pelatihan.

PROSEDUR
1.    Fasilitator menjelaskan secara singkat modul latihan.
2.    Peserta diminta duduk secara melingkar.
3.    Fasilitator membagi nomor urut setiap peserta, dan peserta diminta mengingat nomor urutnya masing-masing.
4.    Fasilitator menceriterakan sebuah kisah fiktif yang menyebut angka tertentu. Peserta yang nomor urutnya disebut harus berdiri dan menyebut namanya secara keras.
5.    Fasilitator terus melanjutkan ceriteranya sehingga semua peserta mendapat giliran.
6.    Fasilitator meminta peserta mengemukakan hikmah dari permainan.

PERALATAN PENDUKUNG
1.    Bahan latihan.
2.    Nomor Urut dalam karton kecil.

---





MODUL LA-2

­­­­­­­­­­­--------------------------------------
Topik  : Latihan Alam II
  (Umpan Balik)
Waktu: 60 menit       
--------------------------------------

PENJELASAN UMUM
            Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa workshop terdahulu, orang dewasa itu lebih senang belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Di dalam Pelatihan Instruktur kali ini, salah satu model permainan yang belakang mulai dikembangkan dalam berbagai pelatihan, yaitu permainan dil uar ruangan, juga diperkenalkan. Di dalam pelatihan ini, permainan itu kita sebut “Latihan Alam”.
            Dalam Latihan  Alam II, peserta akan dibawa ke lapangan terbuka kemudian memainkan suatu permainan yang bermanfaat sebagai upaya pemberian umpan balik kepada setiap individu..

TUJUAN LATIHAN UMUM
            Peserta dapat menyadari dirinya sendiri, dalam pengertian penyadari hal-hal apa dirinya yang disenangi orang lain..

PROSEDUR
1.    Fasilitator menjelaskan secara singkat modul latihan.
2.    Peserta dibagi kelompok kecil dengan jumlah anggota sekitar 10 sampai 15 orang ..
3.    Peserta di dalam kelompoknya masing-masing duduk bersila secara melingkar (tidak menggunakan tempat duduk).
4.    Salah seorang peserta diminta duduk ditengah. Selama berada ditengah peserta tersebut tidak boleh berbicara. Peserta yang duduknya sebelah kiri peserta yang ditunjuk untuk duduk ditengah kemufdian diminta untuk mengutarakan secara singkat dua atau tiga sifat yang disenangi pada diri peserta yang duduk ditengah. Begitu seterusnya, sampai semua anggota kelompok memperoleh giliran. Setelah itu, peserta duduk ditengah kembali ketempatnya semula., dan teman disebelah kirinya mendapat giliran duduk di tengah. Permainan kemudian dilakukan sebagaimana sebelumnya. Jika mungkin, diupayakan semua peserta dalam kelompok mendapat giliran duduk ditengah.
5.    Permainan duiakhiri dengan tukar menukar pegalaman selama permainan. Fasilitator memberikan kata penutup.


PERALATAN PENDUKUNG
1.    Bahan latihan
2.    Alat Tulis.




MODUL LA-III

­­­­­­­­­­­-------------------------------------
Topik  : Latihan Alam III
  (Latihan Kerjasama)
Waktu:  60 menit      
-------------------------------------


PENJELASAN UMUM
            Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa workshop terdahulu, orang dewasa itu lebih senang belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Di dalam Pelatihan Untuk Pelatih kali ini, salah satu model permainan yang belakang mulai dikembangkan dalam berbagai pelatihan, yaitu permainan di luar ruangan, juga diperkenalkan. Di dalam pelatihan ini, permainan itu kita sebut “Latihan Alam”.
            Dalam Latihan  Alam I, peserta akan dibawa sambil bermain melalui dua buah pos yang telah ditentukan, disertai permainan di setiap  pos.

TUJUAN LATIHAN UMUM
            Peserta menyadari pentingnya kerjasama dalam suatu organisasi,  baik organisasi kedinasan maupun organisasi sosial.

PROSEDUR
7.    Fasilitator menjelaskan secara singkat modul latihan.
8.    Peserta dibagi menjadi beberapa tim.
9.    Selama kurang lebih 5 menit Fasilitator membawa peserta ke pos I
10.  Di Pos I, peserta melakukan permainan menyusun mozaik sambil diam. Waktu yang dibutuhkan kurang lebih 10 menit dengan toleransi 5 menit.
11.  Selama 10 menit, peserta   dibawa Fasilitator ke Pos II.
12.  Di Pos II, peserta menyusun mozaik, tetapi sudah dapat berkomunikasi. Waktu yang dibutuhkan  kurang lebih 7 menit dengan waktu toleransi 5 menit.
13.  Fasilitator membawa peserta kembali ke tempat start..
14.  Penulisan hikmah perjalanan dengan kata kunci “team work” dan “komunikasi”.
PERALATAN PENDUKUNG
3.    Bahan latihan
4.    Alat Tulis.














VII. BORANG CATATAN HARIAN PESERTA DAN EKSPRESI HASIL BELAJAR
A. CATATAN HARIAN PESERTA

Petunjuk:
1.    Pada bagian yang terisi angka, lingkarilah angka yang tepat menurut Anda. Perhatikan skala 0 - 5 yang digunakan.
2.    Tulislah nama dan  asal sekolah Anda
3.    Setiap penutupan acara, Anda kumpulkan ke depan.

Nama              : ­­­­­­­­­­­­­­­­­____________________________________________

Sekolah           : ____________________________________________

Hari                 : ___________ ________________________________
Sesi
Kolom Pertanyaan
Kolom Jawaban

1.    Pengetahuan sebelumnya tentang materi latihan
0
1
2
3
4
5
2.    Setelah mengikuti latihan ini, seberapa besar pengetahuan Anda sekarang
0
1
2
3
4
5
3.    Apakah latihan ini menumbuhkan kesadaran diri sebagai fasilitator PKD TM I
0
1
2
3
4
5
4.    Relevansi materi kuliah dengan
Tugas sebagai fasilitator PKD TM I
0
1
2
3
4
5
5.    Pokok-pokok materi latihan yang dapat dicatat.

1.__________________

2. _________________

3. _________________

4. _________________

6. Saran Anda di sekitar latihan  ini

1.    _________________

2.    _________________

3.    _________________

4.     















B. BORANG EKSPRESI HASIL BELAJAR

BAGIAN I       : Pencapaian Pribadi Peserta

Petunjuk:
Pada bagian yang berisi angka, lingkarilah angka yang tepat menurut Anda. Perhatikan skala pencapaian  0 – 10 yang digunakan.

            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10
          belum                                                                                      sudah 100%
          tercapai                                                                                   tercapai


1.    Wawasan saya tentang materi yang disampaikan dalam Pelatihan Untuk Pelatih  ini menjadi bertambah luas.
            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

2.    Saya menjadi lebih paham tentang seluk-beluk Fasilitator
            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

3.    Saya menjadi lebih paham tentang perencanaan, pengelolaan dan pendampingan
            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

4.    Saya menjadi lebih paham tentang model pengembangan pengelolaan pelatihan.
            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

5.    Saya menjadi lebih paham tentang bagaimana pembelajaran orang dewasa.
            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

6.    Saya menjadi lebih paham dan dapat mempraktekkan bagaimana mengelola sebuah pelatihan.
            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

7.    Saya menjadi lebih paham dan dapat mempraktekkan berbagai metode dalam pelatihan.
            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

8.    Saya dapat memahami bagaimana tugas seorang fasilitator.
            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10



















BAGIAN II : Penyelenggaraan Pelatihan Untuk Pelatih

Petunjuk:
Pada bagian yang terisi angka, lingkarilah angka yang tepat menurut Anda.
Perhatikan skala pencapaian 0 – 10 yang digunakan.

                       
            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10
          belum                                                                                      sudah 100%
          tercapai                                                                                   tercapai

1.    Persiapan dan pengelolaan pelatihan oleh panitia pengarah.

            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

2.    Persiapan pelatihan oleh panitia pelaksana.

            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

3.    Pengelolaan pelatihan oleh fasilitator.

            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

4.    Metode yang digunakan oleh fasilitator.

            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

5.    Materi yang disajikan dalam pelatihan.

            0 -- --  1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10




















































1 komentar: